Cerita Naik Gojek 1: Pemesanan via Telepon

Update Februari 2017: Pemesanan Gojek saat ini sudah tidak bisa melalui telepon. Gojek hanya dapat dipesan melalui aplikasi di ponsel. Tulisan ini hanya sekedar untuk berbagi cerita menggunakan Gojek di masa-masa awal keberadaannya di tengah masyarakat Indonesia.


===========================

Boleh dibilang, saya adalah pelanggan Gojek generasi terdahulu (pede), dimana masih belum se booming sekarang, plus saya masih pesan via telepon, hehehe
Jadi, perkenalan saya dengan gojek berawal dari.... (entahlah, saya lupa). Yang pasti, saat itu gojek belum terlalu booming seperti saat ini. Dan tiap kali saya bilang "Gojek" kepada orang-orang di sekitar saya, belum banyak yang ngeh akan keberadaannya.
Cerita #1 Bunderan HI- Kebayoran Baru
Pertama kali saya menggunakan jasa gojek adalah ketika saya harus mengikuti suatu interview di daerah kebayoran Baru. Pada saat itu, saya harus berangkat dari jakarta pusat, dan harus bisa ancang-ancang gimana caranya sampai ke tempat wawancara tepat di jam makan siang. Pada saat itu, kebetulan Jakarta juga baru dilanda banjir, sehingga opsi naik taksi langsung saya coret karena takut macet di ruas-ruas jalan yang terkena dampak banjir. Pilihan saya  pun jatuh pada Gojek karena beberapa hal. 1.  Motor masih bisa jauh lebih fleksibel dari mobil. 2. Bisa dipesan sesuai jam yang saya perlukan. 3. Tarifnya sudah ditentukan di depan sehingga saya ga usah deg-degan seperti halnya ketika naik taksi dan argonya muter terus tanpa henti kareba kena macet.
Tentu pilihan saya tadi berisiko karena
1. Kondisi pasca banjir. Kalo jalanan yang akan saya lalui ternyata masih banjir kan ya sudah, bye bye. 2. Motor meski lebih fleksibel, tapi risikonya pun lebih besar daripada naik mobil. Apalagi jalanan jakarta yang... seperti itu.
tapi, menurut info yang saya himpun, jalanan ke TKP inshaAllah masih kering, dan saat itu saya perlu moda transportasi yang cepat, saya pun mantap memilih gojek.
Berhubung waktu itu saya belum punya aplikasi, saya memesan via telepon. Saat itu, Gojek masih bisa dipesan untuk jam yang diinginkan, sehingga saya booking dulu melalui telepon. Sekitar 10 menit kemudian, ada konfirmasi dari Gojek tentang siapa nama ridernya. Dari google maps, saya melihat estimasi waktu untuk mencapai tujuan sekitat 25 menit. Karena itu, saya sengaja memesan ojek sejam sebelum waktu interview agar punya cukup waktu jikalau terjadi apa-apa.
tepat di waktu yang dijanjikan, rider gojek datang di depan gedung yang dijanjikan. Beliau menelepon ke no hp saya. Saya pun langsung berlari ke depan gedung. Rider Gojek sudah terlihat di depan mengenakan setelan jaket dan helm hijau khas gojek. Saya pun langsung naik dan mempercayakan rute kepada rider karena saya ga tahu jalan. Eh, ternyata ridernya juga kurang familiar sama alamatnya, jadinya kami kesasar sampe ke Ciputat hahaha. Sadar kalo ini pasti nyasar, saya bilang ke ridernya agar tanya-tanya ke warga sekitar (karena panduan dari maps juga bikin bingung). Malu bertanya sesat di jalan, untung ridernya gak malu bertanya jadi kami bisa sampai tujuan :))
Di situ saya feedback ke tukang ojeknya agar research kecil-kecilan dulu tentang rutenya, biar nyasarnya bisa diminimalisir. untuk kasus saya waktu itu, alhamdulillah saya masih alokasikan waktu lebih, jadi tidak telat sampe tujuan. Pun saya bersyukur karena cuaca cerah, nggak hujan. Coba kalo hujan, saya gak tahu jalanan yang saya lalui banjir apa nggak. Plus saya seneng aja karena kalo pakai gojek, tarifnya sudah ditentukan dari awal. Jadi kalau ada nyasar-nyasar, kita gak perlu ketar ketir dari sisi tarif. Jadi dari saya pribadi, saya gak kapok pake gojek.
Cerita #2 Kebon Kacang- Stasiun Senen
Tidak lama dari cerita #1, saya naik gojek lagi. Kali ini saat mau pulang ke Malang naik kereta dari stasiun senen. Kembali saya memesan lewat telepon karena blm punya aplikasinya di HP. Saya memilih gojek karena waktu yang sempit: pulang kantor baru jam 17.30, sementara kereta saya jam 17 lebih. Walhasil saya izin pulang lebih awal agar bisa naik kereta tepat waktu. Kembali gojek dipilih karena tarifnya sudah jelas, dan gak akan semahal abang-abang ojek di sekitaran tempat magang saya yang "elit" (sayangnya elit=mahal, hiks). Jadilah saya pesan gojek untuk pukul 16.30.
Sebenernya saya terlalu mepet ya pesannya, gak memperkirakan kondisi jalanan Jakarta di sore hari yang ternyata muachuet. Saya pikir, karena naik motor bisa lebih lengang. Eh ternyata kalo pas mentok ya mentok hahaha. Tapi untungnya, rider Gojek waktu itu hafal jalan, jadi masih bisa mencari jalur-jalur tikus. Alhamdulillah bisa sampai Ps. Senen jam 5 passs dan masih bisa naik kereta dengan selamat. Fiuh.
Cerita #3 St. Juanda ke Bandara Soekarno Hatta
Ini yang paling dramatis.
Selang sebulan dari cerita kedua, saya pulang ke Malang lagi. Kali ini naik pesawat. Flight saya paling malam ke Surabaya, yakni pukul 22.30. Karena satu dan lain hal, rencana saya jam 4 sore sudah duduk manis di bus damri dari Depok ke bandara berubah total. Singkat cerita, saya baru bisa berangkat dari rumah depok bada magrib! Di hari Kamis ketika esok harinya adalah LONG WEEKEND disertai GERIMIS. Flight pukul 22.30 dan pukul 18.30 saya masih di DEPOK. Rencana awal, saya akan naik kereta ke Pasar Minggu dan naik Damri. Tapi, kaki saya memutuskan naik kereta ke arah sebaliknya: St. depok baru dan akan naik damri dari terminal depok. Bodohnya saya: tidak mempertimbangkan bahwa frekuensi Damri bandara dari Depok lebih sedikit dari yang di Pasar Minggu. Benar saja, sampai terminal, Damrinya belum ada. Pukul 19 kurang, saya memutuskan kembali naik kereta ke arah jakarta. Hati saya masih ingin berhemat dengan naik damri dari Gambir misalnya, tapi otak saya bilang tidak bisa. Keadaan gerimis, dan long weekend, saya ga mau ambil resiko macet di tengah kondisi ibukota yang serba tak terduga. Buat apa hemat sekian puluh ribu, tapi tiket pesawat melayang?
Setelah naik kereta, saya segera kontak teman saya yang punya aplikasi gojek untuk mengecek biaya Gojek menuju bandara dari stasiun-stasiun berikut: Cikini, Juanda, Jakarta Kota. Saya memutuskan untuk naik dari St. Juanda dengan pertimbangan waktu tempuh dari kereta setara dengan waktu tempuh naik Ojek, dan kira-kira masih terkejar waktunya. Dengan sisa-sisa baterai yang ada di Hp, saya pesan kembali via telepon, booking gojek di st. juanda. Usai telepon, hp beberapa kali saya flight mode untuk menghemat baterai. Sesekali saya aktifkan sinyal untuk mengecek apakah ada konfirmasi rider. Pukul 19.30 saya sampai st. Juanda, menemukan tempat yang pas untuk mengisi baterai hp. Alhamdulillah ada konfirmasi rider. Beliau sudah siap menunggu di depan gerbang st. Juanda. Saya pun langsung ke depan dan bertemu dengan rider (kalo ga salah namanya Pak Imam). Waktu itu, hujannya turun sedikit. Pak Imam badannya agak gemetar. Ternyata sebelum menerima order saya, beliau baru mengantar orang ke Bekasi :""" Ya Allah jauhnya. Saya cuma bisa "meringis" dalam hati. Pak Imam bilang kalau beliau tidak membawa jas hujan. Saya bilang tidak apa-apa, semoga hujan tidak turun. Sebelum naik, saya sampaikan kepada beliau kalau saya harus naik pesawat pukul 22.30, dalam waktu kurang dari tiga jam, kita sudah harus sampai. Tapi saya bilang keamanan yang utama, jadi bapake gak usah ngoyo ngebut-ngebut gitu.
Saya sudah duga kalau perjalanan dari Juanda ke bandara Suhat akan jauh, tapi saya baru sadar lho kalo jaraknya sejauh itu :)). yang saya ingat, kami lewat juanda, ke utara, lewat jl. daan mogot yang kadang macet di beberapa titik lampu merah, ketemu mall central park, taman anggrek, naik jalan layang, trus masuk-masuk ke jalan tikus yang saya kayaknya baru pertama kali lalui, naik ojek pula!  hingga sampai ke jalanan panjaaaaaaaaaaang yang kanan kirinya sawah dan tanah lapang, pertanda bandara sudah dekat. Sempat terkantuk-kantuk, akhirnya sampai juga saya ke bandara, sekitar Pukul 21.40. Girang masih bisa kejar pesawat, saya segera berikan ongkos ojeknya, plus sedikit tambahan dari uang yang saya pegang. Saya bersyukur sekali si Bapak masih mau jauh-jauh antar saya, terlebih lagi cuaca juga tidak hujan deras. Sempat turun hujan ringan tapi nggak sampai membuat basah kuyup. Saking buru-burunya, saya gak sempat ambil foto bapaknya :(((. Tapi akhirnya saya bisa naik pesawat dengan aman. Makasih Pak Imam, makasih Gojek... #haru
Itulah cerita saya tentang naik Gojek via pemesanan telepon. Masih pengen nulis cerita tentang naik Gojek via Aplikasi. Sementara saya cukupkan ini dulu yaaa.
Nb: Tulisan ini murni opini dari pengalaman penulis dan bukan post berbayar :)) Sejauh ini pengalaman dengan Gojek relatif baik, jadi merasa perlu menceritakannya kepada yang lain. Kalo tadi cerita saya tentang naik gojek via pemesanan telepon. Ada juga cara naik Gojek yang lebih mudah, yakni dengan aplikasi via HP. Yang belum instal aplikasi Gojek di hp, ada baiknya diinstal sekarang, karena siapa tahu sewaktu-waktu perlu. Untuk yang baru pasang, silakan pake referal code dari saya untuk dapatkan free gojek kredit sebesar 50.000. Lumayan banget loh kalo jarak dekat bisa buat beberapa kali naik ojek, ato bisa dapat potongan kalo biaya gojeknya lebih dari 50.000 hehehe. Berikut kode referalnya
"I'm spreading the GO-JEK love. Download the GO-JEK app at "http://go-jek.com/app" and input this referral code "542728587" to get Rp 50,000 free credit to your first booking. #gojekgotmehere "
Semoga Gojek bisa terus tingkatkan pelayanan, dan pembaca sekalian juga bisa merasakan pengalaman yang baik bersama gojek. :)

Comments

  1. "Hi!..
    Greetings everyone, my name Angel of Jakarta. during my
    visiting this website, I found a lot of useful articles, which indeed I was looking earlier. Thanks admin, and everything."
    Ejurnalism

    ReplyDelete

Post a Comment

Popular posts from this blog

Saran Pengasuhan yang (Mungkin) Belum Pernah Anda Dengar Sebelumnya

[FAQ] Sastra Cina UI

Mengasuh Anak Lebih Mudah, Emang Bisa?